Salam blogger. Kali ini saya ingin sharing laporan hasil observasi dan wawancara yang telah saya lakukan dalam menempuh Mata Kuliah Psikologi Perkembangan di Kampus Putih tercinta tentunya.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang mana dengan
berkat, rahmat, hidayah, dan karunia-Nya yang telah memberikan kemudahan dan
kelancaran dari persiapan, proses observasi dan wawancara, analisis, sehingga
peneliti dapat menyelesaikan laporan hasil observasi dan wawancara ini sesuai
dengan waktu yang telah di tentukan. Shalawat serta salam semoga selalu
dilimpahkan kepada junjungan kita semua Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya,
kepada para sahabatnya, dan mudah-mudahan sampai kepada kita selaku umatnya.
Laporan ini peneliti buat dalam rangka untuk memenuhi
salah satu mata kuliah Psikologi Perkembangan yang mana telah membuat peneliti
mendapatkan tambahan ilmu yang bermanfaat. Peneliti juga berterima kasih kepada
Ibu Ni’matuzahroh, S.Psi, M.Si, selaku dosen mata kuliah Psikologi Perkembangan
dan teman-teman yang telah membantu dan menyemangati peneliti dalam menyusun
laporan ini.
Peneliti menyadari laporan ini bukanlah karya yang
sempurna karena memiliki banyak kekurangan baik dalam hal isi maupun sistematika
dan teknik penulisan. Oleh sebab itu peneliti sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun demi kesempurnaan laporan ini. Akhir kata, semoga
laporan ini bisa memberikan manfaat bagi peneliti dan pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Malang, Desember 2014
Peneliti
DAFTAR ISI
BAB I
DESKRIPSI HASIL OBSERVASI DAN
WAWANCARA
A. Masa
Dewasa Akhir
a. Identitas
Observi
Observi I (Subjek Pertama)
Nama
: Samaniyatun
(SN)
Tempat, Tanggal Lahir : Pasuruan, 01 Agustus 1943
Usia
: 71
thn
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
: Malang
Suku Bangsa : Jawa
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Status Perkawinan : Menikah
Observi II (Subjek Kedua)
Nama : Kalimun
(KN)
Tempat, Tanggal Lahir : Pasuruan, 30 Juni 1932
Usia : 82 thn
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Alamat : Malang
Suku Bangsa : Jawa
Pekerjaan : Buruh Tani
Status Perkawinan : Menikah
b. Perkembangan Fisik
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, peneliti
melihat terjadinya perubahan fisik pada kulit SN dan KN yang sudah mulai
mengkerut atau kendur. Ini membuktikan bahwa terjadinya perubahan sel-sel yang
mulai menurun sehingga membuat kulit menjadi tidak kencang lagi. Hal ini dapat
dilihat pada foto peneliti bersama SN dan KN dalam lampiran yang telah peneliti
sajikan.
Tidak hanya kulit yang terjadinya perubahan fisik, ini
terlihat pada rambut serta gigi SN dan KN. Rambut SN dan KN berubah menjadi
putih atau beruban dan gigi-gigi yang dimiliki oleh SN dan KN sudah mulai
hilang karena penurunan sel-sel tersebut. Perubahan ini membuat peneliti dapat
mendeskripsikan bahwa rentan usia seseorang akan mempengaruhi kondisi fisiknya.
Tidak hanya itu, peneliti dapat mendeskripsikan bahwa
secara fisik SN masih terlihat sehat walaupun dalam berjalan SN sudah agak
tertatih-tatih karena penurunan fisik yang sudah pada waktunya. Kesehatan SN
yang menyangkut pergerakannya dalam berdiri, berjalan dan sebagainya tergolong
cukup lambat dan mulai terjadi kemunduran yang signifikan jika dibandingkan
dengan suami SN yaitu KN yang usianya lebih tua dibandingkan dengan usia SN.
KN masih cukup gesit dan dapat bergerak dengan normal
dalam melakukan aktifitasnya. Hal ini didukung oleh data wawancara dari
peneliti bahwa KN setiap harinya melakukan aktifitas layaknya olahraga yang
membuat fisik KN menjadi lebih sehat dibandingkan dengan fisik SN.
Aktifitas-aktifitas yang dilakukan oleh KN yaitu berkebun, berternak, dan aktif
dalam kegiatan gotong royong di lingkungan tempat tinggalnya. Sedangkan SN
setiap harinya hanya melakukan aktifitas-aktifitas kecil saja di dalam rumah.
Misalnya mengambil barang atau sesuatu, makan, minum, beribadah, dsb.
Dilihat dari hasil observasi dan wawancara perkembangan
sensori SN dan KN yang mencakup penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba,
dan perasa, peneliti dapat mendeskripsikan bahwa SN masih mampu melihat dan
mendengar dengan baik. Terbukti dari hasil wawancara, peneliti bertanya apakah
SN dapat memasukkan benang ke dalam jarum. SN menjawab ya dan SN membuktikan
pertanyaan peneliti. Hasilnya, SN berhasil memasukkan benang ke dalam jarum
tanpa adanya kesulitan. Ini membuktikan bahwa penglihatan SN masih cukup tajam.
Peneliti juga mencoba untuk mengecilkan suara dalam proses wawancara untuk
menguji indera pendengaran SN. Ternyata SN masih mampu mendengar dengan baik,
terbukti dari jawabannya yang tepat saat peneliti mengecilkan suara.
Untuk indera peraba, penciuman, dan perasa, ternyata
telah terjadi penurunan terhadap SN. Terbukti dari hasil observasi dan
wawancara, peneliti menguji ketiga aspek tersebut. Dari hasil pengujian,
ditemukan data bahwa SN memiliki indera peraba yang agak kasar dibandingkan
dengan indera peraba dewasa awal. Indera penciuman dan perasa SN sudah memiliki
penurunan yang signifikan. Terbukti dari hasil pengujian, ditemukan data bahwa
SN tidak terlalu memikirkan atau merasakan makanan yang ia makan.
Sedangkan hasil perkembangan sensori KN dalam indera
penglihatan dan pendengaran terdapat kemiripan dan perbedaan dengan SN.
Terbukti dari hasil pengujian peneliti yang sama dengan pengujian KN, dapat
ditemukan data bahwa penglihatan KN sudah cukup menurun karena KN sudah tidak
dapat memasukkan benang ke dalam jarum. Namun untuk pendengaran, KN masih mampu
mendengar dengan baik. Hal ini terbukti dari hasil pengujian peneliti yang
melakukan wawancara dengan mencoba untuk mengecilkan suara peneliti saat
bertanya kepada KN.
Untuk indera peraba, penciuman, dan perasa, ternyata
terdapat kesamaan yang terjadi pada KN dan SN. Hal ini membuat peneliti menjadi
penasaran dan bertanya faktor apa yang menyebabkan terjadinya perkembangan
sensori yang menurun tersebut. Dari hasil wawancara tersebut, peneliti
menemukan data bahwa lingkungan, pola makan, kebiasaan, dan dengan berdo’a atau
beribadah merupakan faktor penting dalam setiap perkembangan dan kesehatan KN
dan SN.
Perkembangan kesehatan SN dan KN juga telah terjadi
penurunan. Terbukti dari hasil wawancara peneliti terhadap anak dari SN dan KN
bernama Siti Romlah (SR), ditemukan data bahwa SN memiliki penyakit kencing
manis (diabetes) dan KN memiliki penyakit prostat. Dari data tersebut, peneliti
dapat mendeskripsikan bahwa SN di masa mudanya menyukai makanan yang
manis-manis sedangkan KN hanya karena efek kelelahan dan juga faktor usia.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti
terhadap SN dan KN, ditemukan data baru tentang kelekatan atau keharmonisan
mereka. Dimana SN dan KN sudah mulai tidak lagi seharmonis atau seromantis anak
muda sekarang ini. Hal ini terbukti dari kedekatan mereka yang sudah kurang
romantis dan harmonis. Berdasarkan data tersebut, peneliti bisa mendeskripsikan
bahwa tingkat seksualitas SN dan KN juga sudah mulai menurun.
c. Perkembangan Kognitif
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, peneliti
berhasil mendapatkan data bahwa terjadi penurunan pada perkembangan kognitif SN
dan KN. Hal ini terbukti dari hasil pengujian peneliti yang menanyakan berapa
usia SN dan KN saat itu, ternyata SN menjawab bahwa usianya sudah 62 tahun
sedangkan KN hanya mengatakan bahwa KN lupa dengan usianya sekarang. Dari
jawaban SN dan KN, peneliti dapat mendeskripsikan bahwa daya ingat SN dan KN
telah mengalami kemunduran. Hal ini disebabkan oleh lingkungan SN dan KN yang
sudah tidak lagi memperhatikan usia mereka. Tidak seperti anak muda yang hampir
selalu merayakan hari lahirnya, sedangkan untuk SN dan KN sudah tidak
memperdulikan hal itu lagi.
Peneliti juga bertanya tentang pendidikan
terakhir yang telah SN dan KN tempuh hingga saat ini, ternyata SN dulunya tidak
pernah sekolah sedangkan KN pernah menempuh rana pendidikan hingga SMP. Namun
KN lupa akan nama sekolahnya dulu dan tahun berapa KN lulus dari sekolah itu.
Hal ini membuktikan bahwa daya ingat KN telah mengalami penurunan. Walaupun
begitu, SN dan KN masih bisa mengingat dan menceritakan tentang
kejadian-kejadian yang pernah mereka alami. Misalnya SN menceritakan tentang
kejadian yang lucu dimasa lampau, dimana SN menertawakan saat cucunya melakukan
perjalanan jauh dari Lawang ke Purwodadi tanpa menaiki kendaraan. Sedangkan KN
menceritakan tentang kegiatan yang pernah KN lakukan, yaitu saat bergotong
royong dengan warga dan sebagainya.
Dari data observasi dan wawancara tersebut, peneliti
dapat mendeskripsikan bahwa daya ingat SN dan KN masih cukup bagus dalam
mengingat kejadian-kejadian yang pernah mereka lalui. Namun kejadian-kejadian
yang mereka ceritakan merupakan kejadian-kejadian jangka pendek. Dari data
tersebut dapat dibuktikan bahwa ingatan jangka pendek SN dan KN masih sangat
bagus. Sedangkan untuk ingatan jangka panjang SN dan KN, telah mengalami
kemunduran dan penurunan.
Tidak hanya daya ingat yang mengalami kemunduran, hal
ini dapat ditinjau dari hasil observasi dan wawancara bahwa tingkat kreativitas
dan pola pikir SN dan KN telah mengalami kemunduran juga. Terbukti dari
hasil wawancara yang menyakan tentang apa yang SN dan KN inginkan atau harapkan
untuk kehidupan kedepannya. SN dan KN hanya menjawab untuk hidup biasa-biasa
saja dan lebih mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Dari jawaban SN dan KN,
peneliti dapat mendeskripsikan bahwa SN dan KN sudah tidak memainkan imajinasi
atau kreativitas mereka saat menjawab pertanyaan dari peneliti. Terbukti dari
jawaban SN dan KN bahwa mereka sudah tidak memikirkan apa yang mereka inginkan
kedepannya pada kehidupan di dunia ini, namun SN dan KN lebih fokus terhadap
kehidupan selanjutnya (akhirat) yang akan mereka hadapi nantinya.
Dari data di atas, peneliti dapat mendeskripsikan
bahwa hal tersebut sejalan dengan tingkat perkembangan usia SN dan KN yang
memang sudah waktunya untuk memikirkan hal itu. Lingkungan, pekerjaan, dan
kesehatan SN dan KN ternyata membawa pengaruh yang cukup besar pada
perkembangan kognitif mereka sekarang. Hal ini terbukti dari lingkungan SN dan
KN yang begitu religius, sehingga pemikiran SN dan KN tidak lagi berfokus pada
tujuan atau keinginan di kehidupan dunia ini tetapi lebih fokus kepada
kehidupan yang akan mereka jalani kelak. Pekerjaan SN dan KN juga sangat
mempengaruhi tingkat kognitif mereka dimana pekerjaan merupakan gabungan dari
tiga aspek yaitu fisik, kognitif, dan sosioemosi. Dalam bekerja, SN dan KN
hanya melakukan pekerjaan-pekerjaan yang mereka harus lakukan. Hal ini
membuktikan bahwa kreativitas dan pola pikir SN dan KN telah menurun
berdasarkan pekerjaan yang mereka lakukan sesuai dengan tingkat kesehatan SN
dan KN.
d. Perkembangan Sosioemosi
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, peneliti
melihat terjadinya penurunan pada tingkat perkembangan sosioemosi SN dan KN.
Hal ini terbukti dari hasil observasi peneliti bahwa SN dan KN dalam aktifitas
kehidupan sehari-harinya telah mengalami kemunduran dibandingkan dengan pada
masa dewasa madya apalagi dewasa awal. Aktifitas-aktifitas yang dilakukan oleh
SN berbeda dengan aktifitas-aktifitas yang dilakukan oleh KN. Dimana SN hanya
melakukan aktifitas-aktifitas kecil di dalam rumah, sedangkan KN setiap harinya
melakukan aktifitas-aktifitas diluar rumah dan bersosialisasi dengan warga
disekitarnya.
Dari data tersebut, peneliti dapat mendeskripsikan
bahwa relasi KN lebih besar dibandingkan dengan relasi SN. Hal ini membuat KN
lebih merasa senang dan bahagia pada tingkat emosi dibandingkan dengan tingkat
emosi pada SN. Ini membuktikan bahwa relasi terhadap masyarakat di lingkungan
sekitar akan mempengaruhi perkembangan sosioemosi pada setiap orang terutama
pada masa lansia seperti SN dan KN.
Dari tingkat emosi pada kepribadian SN dan KN
berdasarkan observasi dan wawancara peneliti, ditemukan data bahwa kondisi
emosional SN dan KN cukup stabil. Dimana SN dan KN bukanlah tipikal pemarah
atau bersikap layaknya anak-anak seperti apa yang peneliti pikirkan
sebelumnya. Hal ini membuat peneliti menjadi penasaran dan bertanya tentang
faktor-faktor apa saja yang membuat tingkat emosional SN dan KN tetap stabil.
Ternyata peneliti menemukan jawaban akan hal tersebut dari hasil observasi dan
wawancara yang menyatakan bahwa lingkungan SN dan KN begitu mempengaruhi
tingkat emosional mereka.
Lingkungan SN dan KN tergolong pada budaya yang
religius. Sehingga peneliti dapat mendeskripsikan bahwa hal ini yang membuat
tingkat emosi pada SN dan KN lebih terkontrol. Peneliti juga menemukan hasil
bahwa dukungan masyarakat dan keluarga SN dan KN juga mempengaruhi sosioemosi
mereka. Hal ini terbukti dari hasil observasi dan wawancara peneliti hingga
peneliti menemukan data bahwa tingkat religius lingkungan, dukungan masyarakat
dan keluarga membuat tingkat emosional SN dan KN lebih terkontrol.
B. Kematian
a. Identitas Observi
Observi I (Subjek Pertama)
Nama : Siti
Romlah (SR)
Tempat, Tanggal Lahir : Pasuruan, 31 Mei 1964
Usia : 50 thn
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Observi II (Subjek Kedua)
Nama : Fitratun Nisak (FN)
Tempat, Tanggal Lahir : Pasuruan, 15 Maret 1995
Usia : 19 thn
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
b. Pemikiran Tentang Kematian
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti
terhadap SR dan FN, ditemukan data bahwa SR dan FN menganggap kematian sebagai
suatu tujuan yang akan kita alami kedepannya. Hal ini terbukti dari jawaban SR
yang menyatakan bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati. Jawaban SR
merupakan sebuah surah Ali-Imran ayat 185 dalam kitab Al-Qur’an. Peneliti juga
bertanya tentang perasaan SR dalam menghadapi kepergian suami SR yang telah
meninggal. Hasilnya SR menjawab bahwa SR dapat menerimanya dengan lapang dada
dan kembali menyebutkan surah Ali-Imran ayat 185 tadi.
FN sebagai seorang anak yang telah kehilangan ayahnya
juga mengatakan hal yang sama seperti yang dikatakan oleh SR. Hal ini membuat
peneliti dapat mendeskripsikan bahwa lingkungan yang religius membuat SR dan FN
dapat menerima kepergian orang yang mereka sayangi dan membuat mereka tenang.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Masa Dewasa Akhir
Ritme dan makna perkembangan manusia secara perlahan
menuju ke masa dewasa akhir, ketika masing-masing dari kita berdiri sendiri di
pusat bumi dan tiba-tiba saja sudah menjelang petang. Kita menanggalkan masa
muda dan dilucuti oleh angin waktu kepada kenyataan. Kita belajar bahwa hidup
terus bergerak maju tetapi dipahami dengan mundur ke belakang. Kita menelusuri
jejak hubungan antara akhir dan awal hidup dan mencoba mengerti tentang arti
semua pertunjukan ini sebelum ia berakhir. Akhirnya, kita mengerti bahwa kita
adalah hasil kebertahanan kita (Santrock, 2012).
Dari penjelasan di atas, peneliti dapat
mendeskripsikan bahwa setiap orang pasti akan sampai pada rentan perkembangan
akhir yang disebut dengan fase masa dewasa akhir atau lansia. Lansia itu
sendiri berarti terjadinya kemunduran fungsi sel-sel atau organ tubuh sehingga
kinerja gerak, kesehatan, pola pikir dan sebagainya mengalami penurunan.
Terdapat banyak pengertian tentang masa dewasa akhir ini. Berikut pengertian
masa dewasa akhir menurut para ahli.
(1) Menurut
Bernice Neugarten (1968) dan James C. Chalhoun (1995), bahwa masa tua adalah
suatu masa dimana seseorang dapat merasa puas dengan keberhasilannya.
(2) Menurut
Constantinides (1994), pada masa lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan
fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap
infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi.
(3) Menurut
Erik Erikson (1968), masa dewasa akhir memasuki tahap integrity vs despair,
yaitu kemampuan perkembangan lansia dalam mengatasi masalah psikososialnya.
a. Perkembangan Fisik
Dimasa dewasa akhir, perubahan penampilan fisik yang
mulai terjadi di usia pertengahan sudah lebih terlihat jelas. Kerutan dan
bercak penuaan adalah perubahan yang terlihat paling jelas (Santrock, 2012).
Hal ini sesuai dengan hasil observasi dan wawancara peneliti terhadap SN dan
KN. Peneliti juga telah menjelaskan pada bab 1 dan memberikan bukti berupa
gambar pada lampiran dari laporan ini tentang perubahan yang terlihat paling
jelas seperti yang dikatakan oleh (Santrock dalam bukunya yang berjudul
Life-Span Development, 2012).
Berdasarkan hasil penelitian Widyantoro, Rosdiana, dan
Fasitasari (2012) dalam “Hubungan antara Senam Lansia dan Range of Motion (ROM)
Lutut pada Lansia” yang menyatakan bahwa senam lansia berhubungan terhadap ROM lutut
pada lansia. Lansia yang melakukan senam lansia menunjukkan ROM yang lebih baik
dibandingkan yang tidak. Hal itu terbukti bahwa lansia yang melakukan senam
lansia dapat meningkatkan otot dan berpengaruh meningkatkan keseimbangan,
kekuatan, daya tahan, dan kelenturan sendi, sehingga dapat memperbaiki sistem
muskuloskeletal yang menurun. Muskuloskeletal adalah sistem kompleks yang
melibatkan otot-otot dan kerangka tubuh, termasuk sendi, ligamen, tendon, dan
saraf.
Dari hasil penelitian dan penjelasan yang dilakukan
oleh Widyantoro, dkk. (2012) tersebut, peneliti dapat mendeskripsikan bahwa
subjek SN dan KN sesuai dengan teori penelitian tersebut. Hal ini dapat
dibuktikan kembali berdasarkan penjelasan peneliti pada bab 1 yang menjelaskan
tentang aktifitas-aktifitas pergerakan yang dilakukan oleh SN dan KN. Dimana
keseimbangan, kekuatan, daya tahan, dan kelenturan sendi yang dialami SN
mengalami penurunan karena tidak adanya senam lansia yang dilakukan oleh SN.
Bisa dikatakan bahwa pergerakan atau aktifitas-aktifitas SN hanyalah merupakan
aktifitas kecil, sehingga pergerakan SN dalam beraktifitas sudah tertatih-tatih
atau mengalami kemunduran.
Berbeda dengan SN yang sudah tertatih-tatih dalam
bergerak, KN justru masih dapat bergerak normal dalam melakukan aktifitasnya.
Hal ini disebabkan oleh aktifitas-aktifitas KN setiap harinya yang bisa
dikatakan hampir sama dengan senam lansia pada penelitian Widyantoro, dkk.
(2012). Dengan begitu, peneliti dapat mendeskripsikan bahwa aktifitas gerak
yang sering dilakukan oleh KN merupakan bagian dari olahraga senam lansia.
Sehingga wajar saja jika KN masih bisa bergerak dengan lancar dalam melakukan
aktifitas setiap harinya. Dalam hal ini peneliti juga telah menjelaskannya pada
bab 1.
Peneliti juga sependapat dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Ibrahim (2010) dalam “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan
Lansia” yang menyatakan bahwa kiat sehat di usia senja, yaitu dengan strategi
yang dapat kita lakukan sebagai berikut: hindari stress, cukup istirahat, rekreasi
dan olahraga, makan cukup gizi dan berimbang, mempertahankan berat badan ideal,
hindari merokok dan alkohol, hindari polutan, relaksasi, meditasi, visualisasi,
konsumsi vitamin/mineral, dan omega 3, serta omega 6.
Penjelasan dari hasil penelitian Ibrahim (2010) sesuai
dengan subjek peneliti yaitu SN dan KN. Dimana berdasarkan hasil observasi dan
wawancara peneliti, ditemukan data bahwa SN dan KN tergolong sehat karena
menghindari stress dengan beribadah secara rutin yang mana juga termasuk dalam
golongan relaksasi dan meditasi. Hal ini telah peneliti jelaskan pada bab 1,
bahwa tingkat religius mereka yang tinggi membuat mereka dapat hidup dengan
bahagia.
Berdasarkan penelitian Afida, Wahyuningsih, dkk.
(2005) dalam “Hubungan Antara Pemenuhan Kebutuhan Berafiliasi dengan
Tingkat Depresi pada Lanjut Usia di Panti Wredha” menjelaskan bahwa kemunduran
ini cenderung menimbulkan anggapan bahwa orang lanjut usia sudah tidak
produktif lagi, sehingga perannya dalam kehidupan sosial dan kemasyarakatan
semakin berkurang dan secara emosional menjadi kurang terlibat. Akibat
perubahan fisik yang semakin menua, maka perubahan ini akan sangat berpengaruh
terhadap peran dan hubungan dirinya dengan lingkungannya. Dengan begitu,
seseorang secara bertahap mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya karena
berbagai keterbatasan yang dimilikinya. Keadaan inilah yang mengakibatkan
interaksi sosial para lansia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitasnya.
Sehingga hal ini secara perlahan mulai mengakibatkan terjadinya kehilangan
dalam berbagai hal, yaitu kehilangan peran di tengah masyarakat, hambatan
kontak fisik, dan berkurangnya komitmen.
Dari hasil penjelasan penelitian tersebut, peneliti
tidak sependapat dengan teori yang dikemukakan oleh Afida, Wahyuningsih, dkk.
(2005) yang menyatakan bahwa peran orang lanjut usia dalam kehidupan sosial dan
kemasyarakatan semakin berkurang dan secara emosional menjadi kurang terlibat
dikarenakan akibat perubahan fisik yang semakin menua. Hal ini dapat dibuktikan
dari penjelasan peneliti pada bab 1, dimana KN masih memiliki peran yang
penting dalam kehidupan sosial dan kemasyarakatan. Salah satu contohnya yaitu
KN masih mengikuti kegiatan gotong royong yang dilakukan oleh lingkungan
sekitarnya. Sedangkan SN walau tidak begitu membantu dalam kegiatan gotong
royong, SN masih memiliki kedekatan kepada masyarakat sekitar walaupun perannya
dalam kehidupan sosial dan kemasyarakat telah berkurang. Hal ini disebabkan
oleh pergerakan SN yang tidak selincah seperti pergerakan KN.
Dari penjelasan dan keterangan yang peneliti
deskripsikan di atas, ditemukan sebuah rumusan baru bahwa teori penelitian yang
dilakukan oleh Afida, Wahyuningsih, dkk (2005) hanya sesuai pada lansia yang
berada pada panti werdha atau dengan kata lain sebuah tempat yang terisolasi.
Hal ini dapat dibuktikan dari jurnal Afida, Wahyuningsih, dkk (2005) yang
meneliti tentang “Hubungan Antara Pemenuhan Kebutuhan Berafiliasi dengan
Tingkat Depresi pada Lanjut Usia di Panti Wredha”. Pada penelitian tersebut,
Afida, Wahyuningsih, dkk. (2005) hanya meneliti para lansia yang tinggal pada
tempat yang bisa dikatakan terisolasi tanpa menghubungkan atau mencari data
pembanding dari lansia yang tinggal di tempat masyarakat pada umumnya.
b. Perkembangan Kognitif
Terdapat bukti yang mendukung pendapat bahwa
kemampuan-kemampuan mental menurun seiring dengan usia bertambah. Contohnya,
orang-orang dewasa tua didapati berkinerja lebih buruk ketimbang dengan
orang-orang dewasa muda dalam tugas-tugas kognitif Piagetian (Blackburn &
Papalia, 1992 dalam Upton, 2012). Dari teori serta contoh yang diberikan
tersebut, peneliti sependapat dengan hal tersebut. Hal ini terbukti dari hasil
observasi dan wawancara bahwa dalam proses mengingat, telah terjadi penurunan
pada SN dan KN. Peneliti telah menjelaskan pada bab 1 dimana SN salah dalam
mengingat usianya dan KN tidak menjawab berapa usianya. Hal menjelaskan bahwa
proses informasi SN dan KN telah mengalami kemunduran.
Berdasarkan hasil penelitian (Hoyer dan Roodin (2003),
dalam Hutapea, 2011) yang meneliti tentang “Emotional Intelegence dan
Psychological Well-Being pada Manusia Lanjut Usia Anggota Organisasi Berbasis
Keagamaan di Jakarta” menyatakan bahwa subjective well-being akan semakin
meningkat seiring dengan semakin meningkatnya level interaksi sosial. Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian Lee dan McCormick (2004) bahwa orang dengan
higher levels of quality of life, life satisfaction, dan subjective well-being
akan mengalami peningkatan level kualitas dan kekayaan kontak sosial, berupa
jumlah teman dan frekuensi interaksi dengan teman.
Peneliti sependapat dengan hasil penelitian di atas
karena berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti terhadap SN dan KN,
ditemukan data bahwa semakin meningkatnya interaksi sosial maka akan semakin
well-being dan mengalami peningkatan level kualitas, dan kekayaan kontak sosial
berupa jumlah teman dan frekuensi interaksi dengan teman. Hal ini terbukti dari
penjelasan peneliti pada bab 1, dimana KN lebih memiliki interaksi sosial yang
tinggi dibandingkan dengan SN. Sehingga peneliti dapat mendeskripsikan bahwa
subjective well-being KN semakin meningkat seiring dengan semakin meningkatnya
level interaksi sosial.
c. Perkembangan Sosioemosi
Teori-teori sosial mengenai penuaan menurut Santrock
(2012) ada 3 hal yang menonjol, yaitu:
1. Teori
Pemisahan (disangagement theory)
Teori pemisahan menyatakan bahwa orang-orang dewasa
lanjut usia secara perlahan-lahan menarik diri dari masyarakat (Cumming &
Henry (2002) dalam Santrock). Menurut teori ini, orang-orang dewasa lanjut atau
lebih dikenal dengan masa lansia mengembangkan suatu kesibukan terhadap dirinya
sendiri (self-preoccupation), mengurangi hubungan emosional dengan orang lain,
dan menunjukkan penurunan ketertarikan terhadap berbagai persoalan
kemasyarakatan. Jadi, penurunan interaksi sosial dan peningkatan kesibukan
terhadap dirinya sendiri dianggap mampu meningkatkan kepuasan hidup di kalangan
orang-orang dewasa lanjut usia, rendahnya semangat juang akan mengiringi
aktifitas yang tinggi, dan pemisahan tidak dapat dihindari bahkan dicari-cari
oleh orang usia lanjut. Akan tetapi, serangkaian penelitian gagal mendukung
penelitian ini (Maddox, 1968; Neugarten,Havighurst,& Tobin, 1968; Reichard,
Levson,& Peterson, 1962). Ketika individu terus hidup secara aktif,
energik, dan produktif sebagai orang dewasa lanjut usia, kepuasan hidup mereka
tidak menurun dan sering kali tetap meningkat.
2. Teori
Aktifitas (activity theory)
Teori aktifitas menyatakan bahwa semakin orang-orang
dewasa lanjut usia aktif dan terlibat dalam sesuatu, semakin kecil kemungkinan
mereka merasa menjadi renta dan semakin besar kemungkinan mereka merasa puas
dengan kehidupannya. Menurut teori ini, individu-individu seharusnya
melanjutkan peran-peran masa dewasa tengahnya disepanjang masa dewasa akhir.
Jika peran-peran itu diambil dari mereka seperti dalam PHK, penting bagi mereka
untuk menemukan peran-peran pengganti yang memelihara keaktifan dan
keterlibatan mereka di dalam aktifitas-aktifitas kemasyarakatan.
3. Teori
Rekonstruksi Gangguan Sosial (social breakdwown-reconstruction theory)
Teori rekonstruksi gangguan sosial menyatakan bahwa
penuaan dikembangkan melalui fungsi psikologis negatif yang dibawa oleh
pandangan-pandangan negatif tentang dunia sosial dari orang-orang dewasa lanjut
usia yang tidak memadainya penyediaan layanan untuk mereka. Rekonstruksi sosial
dapat terjadi dengan mengubah pandangan dunia sosial dari orang-orang pada masa
dewasa akhir dan dengan menyediakan sistem-sistem yang mendukung mereka.
Gangguan sosial dimulai dengan pandangan dunia sosial yang negatif dan diakhiri
dengan identifikasi, serta pemberian label seseorang sebagai individu yang
tidak mampu.
Dari ketiga aspek di atas, peneliti dapat
mendeskripsikan teori per teori tersebut. Bahwa pada teori pemisahan
(disangagement theory), peneliti menemukan kesesuaian data yang terjadi pada SN
dan KN. Dimana SN lebih kepada pemisahan atau menarik diri perlahan-lahan dari
masyarakat, sedangkan KN terus hidup secara aktif, energik, dan produktif
sebagai orang dewasa lanjut usia, kepuasan hidup mereka tidak menurun dan sering
kali tetap meningkat.
Untuk teori aktifitas (activity theory), peneliti
menemukan kesesuaian dan ketidaksesuaian data. Yang mana terjadi pada kasus KN
yang masih aktif dan terlibat dalam suatu hal bermasyarakat, sehingga KN lebih
merasa puas akan hidupnya (sesuai). Berbeda dengan KN yang sesuai, SN malah
tidak sesuai. Terbukti bahwa SN juga merasa puas dalam hidupnya disebabkan
nilai agama atau religius yang SN yakini dan percayai.
Terakhir pada teori rekonstruksi gangguan sosial
(social breakdwown-reconstruction theory), peneliti kembali menemukan
kesesuaian data. Dimana pada kasus SN dan KN, belum tersedianya layanan
dukungan untuk mereka. Hal ini terlihat jelas bahwa sistem untuk mendukung
mereka belum ada. Masyarakat hanya menggunakan nilai sebagai tolak ukur dalam
mendukung SN dan KN.
B. Kematian
Mati atau kematian berasal dari bahasa arab. Mati
biasa juga disebut meninggal dunia, yang berarti tidak bernyawa, atau
terpisahnya roh dari zat, psikis dari fisik, jiwa dari badan, atau yang ghaib
dari yang nyata. Seseorang yang sudah mati disebut mayat/ jenazah.
Pada hakekatnya maut atau mati adalah akhir dari
kehidupan dan sekaligus awal kehidupan (baru). Jadi maut bukan kesudahan,
kehancuran atau kemusnahan. Maut adalah suatu peralihan dari suatu dunia ke dunia
lain, dari suatu keadaan kepada keadaan lain, tempat kehidupan manusia akan
berlanjut. Dalam al-Quran surah Yunus ayat 49, menyatakan tentang kematian yang
sudah pasti adanya.
“... Tiap-tiap umat mempunyai ajal. Apabila telah
datang ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun
dan tidak (pula) mendahulukan-Nya.” (Q.S. Yunus: 49)
Seseorang yang dikatakan mati apabila mempunyai
tanda-tanda sebagai berikut:
1. Fungsi
spontan pernapasan jantung telah berhenti secara pasti atau irreversible
2. Bila
terbukti telah terjadi kematian batang otak.
Dalam Peraturan Perundang-undangan (PP) No. 18 tahun
1981 mengatakan bahwa pengertian meninggal dunia adalah keadaan insani yang
diyakini oleh ahli kedokteran yang berwenang bahwa fungsi otak, pernapasan, dan
atau denyut jantung telah berhenti.
Berdasarkan penjelasan
mengenai kematian di atas, peneliti mendeskripsikan bahwa terdapat kesesuaian
data yang terjadi pada SR dan FN. Hal ini disebabkan oleh faktor agama dan
keyakinan SR dan FN yang begitu religius dalam menerima kematian. Terbukti dari
penjelasan peneliti pada bab 1 mengenai keyakinan SR dan FN dalam beragama.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian dan penjelasan di atas, dapat
disimpulkan bahwa perkembangan manusia pada akhirnya akan sampai pada fase
dewasa akhir atau lansia. Masa dewasa akhir atau lansia merupakan periode
penutup dimana seseorang individu telah mencapai kematangan dalam proses
kehidupan, serta telah menunjukkan kemunduran fungsi organ tubuh sejalan dengan
berjalannya waktu. Terdapat tiga aspek penting yang mengalami perkembangan pada
setiap masanya termasuk pada masa lansia, yaitu perkembangan fisik, perkembangan
kognitif, dan perkembangan sosioemosi.
Perkembangan fisik pada fase lansia telah mengalami
penurunan. Hal ini terbukti berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti
yang menemukan data bahwa terjadinya penuaan fisik yang tampak seperti kulit
yang mulai keriput, rambut yang mulai putih atau beruban, gigi yang sudah mulai
hilang, gerakan yang sudah melambat, dan perkembangan sensori (semua indera)
yang mulai menurun. Hal ini disebabkan oleh faktor sel-sel dalam organ tubuh
yang telah mengalami kemunduran.
Perkembangan kognitif juga mulai menurun pada fase
lansia ini. Peneliti menemukan data bahwa aspek-aspek yang mulai menurun pada
perkembangan kognitif ini yaitu kecepatan pemrosesan, pola pikir, daya ingat,
dan intelegensi. Terdapat pula faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif
pada masa lansia ini selain dari faktor usia, yaitu kesehatan, pendidikan dan
sosioemosi.
Perkembangan sosioemosi juga mulai menurun dalam
beberapa aspek, dimana pada kurva perkembangan dijelaskan bahwa masa lansia ini
perkembangannya kembali menurun seperti pada masa anak-anak. Namun pola pikir
dan juga lingkungan mempengaruhi tingkat sosioemosi para lansia. Jadi dapat
disimpulkan bahwa aktifitas sosialisasi, keadaan emosi, kepribadian, dukungan
keluarga dan masyarakat merupakan faktor penyebabnya.
Pada masa lansia ini, individu
harus sudah berfikir tentang kematian. Walaupun sebenarnya kematian datang pada
setiap fase kehidupan. Mulai dari prenatal, bayi, anak-anak awal, anak-anak
pertengahan dan akhir, remaja, dewasa awal, dewasa madya, dan dewasa akhir.
Faktor kematian dari setiap fase juga berbeda dan kadang misteri. Berdasarkan
hasil observasi dan wawancara terhadap subjek yang religius, paneliti
mendapatkan sebuah ilmu pengetahuan bahwa dalam Surah Ali-Imran ayat 185 berbunyi
“tiap-tiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati”. Sehingga dalam setiap
individu haruslah bisa menerima kematian dirinya kelak dan kematian orang yang
disayanginya.
DAFTAR PUSTAKA
Afida, N., Wahyuningsih, S., dkk.. (2000). Hubungan
Antara Pemenuhan Kebutuhan Berafiliasi dengan Tingkat Depresi pada Lanjut Usia
di Panti Wredha. Anima “Indonesia Psychological Journal”. Vol. 15 No. 2.
Surabaya: Fakultas Psikologi Universitas Surabaya.
Anonim. Pengertian Mati atau Maut.
http://www.referensimakalah.com/2013/01/pengertian-mati-atau-maut.html di akses
pada tanggal 11 Desember 2014
Hutapea, B.. (2011). Emotional Intelegence dan
Psychological Well-Being pada Manusia Lanjut Usia Anggota Organisasi Berbasis
Keagamaan di Jakarta. INSAN, Vol. 13, No. 02. Jakarta: Fakultas Psikologi
Universitas Persada.
Ibrahim.. (2010). Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Kesehatan Lansia. Vol. 1, No. 1. Aceh: Fakultas Kedokteran Universitas Syiah
Kuala.
Papalia, D. E., & Feldman, R. D.. 2014. Menyelami
Perkembangan Manusia. Jakarta: Salemba Humanika
Upton, P.. (2012). Psikologi Perkembangan. Jakarta:
Erlangga
Santrock. J. W.. (2012). Life-Span Development.
Perkembangan Masa-Hidup Edisi 13 Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Suhartini, R.. (2004). Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Kemandirian Orang Lanjut Usia. Tesis. Surabaya: Universitas Airlangga.
Widyantoro, A. P., Rosdiana, I.,& Fasitasari, M..
(2012). Hubungan antara Senam Lansia dan Range of Motion (ROM) Lutut pada
Lansia. Vol. 4, No. 1. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan
Agung.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Cukup Sekian artikel saya kali ini Semoga bermanfaat bagi kalian. Oh yah, tidak lupa saya selalu mengingatkan bahwa pengunjung yang baik adalah pengunjung yang selalu meninggalkan jejaknya melalui komentar walau hanya ucapan terima kasih. Salam Blogger