Rabu, 31 Desember 2014

Laporan Hasil Observasi dan Wawancara Masa Lansia dan Kematian


Salam blogger. Kali ini saya ingin sharing laporan hasil observasi dan wawancara yang telah saya lakukan dalam menempuh Mata Kuliah Psikologi Perkembangan di Kampus Putih tercinta tentunya. 

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang mana dengan berkat, rahmat, hidayah, dan karunia-Nya yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran dari persiapan, proses observasi dan wawancara, analisis, sehingga peneliti dapat menyelesaikan laporan hasil observasi dan wawancara ini sesuai dengan waktu yang telah di tentukan. Shalawat serta salam semoga selalu dilimpahkan kepada junjungan kita semua Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, kepada para sahabatnya, dan mudah-mudahan sampai kepada kita selaku umatnya.
Laporan ini peneliti buat dalam rangka untuk memenuhi salah satu mata kuliah Psikologi Perkembangan yang mana telah membuat peneliti mendapatkan tambahan ilmu yang bermanfaat. Peneliti juga berterima kasih kepada Ibu Ni’matuzahroh, S.Psi, M.Si, selaku dosen mata kuliah Psikologi Perkembangan dan teman-teman yang telah membantu dan menyemangati peneliti dalam menyusun laporan ini.
Peneliti menyadari laporan ini bukanlah karya yang sempurna karena memiliki banyak kekurangan baik dalam hal isi maupun sistematika dan teknik penulisan. Oleh sebab itu peneliti sangat mengharapkan  kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan laporan ini. Akhir kata, semoga laporan ini bisa memberikan manfaat bagi peneliti dan pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Malang, Desember 2014


Peneliti


DAFTAR ISI


BAB I
DESKRIPSI HASIL OBSERVASI DAN WAWANCARA

A.      Masa Dewasa Akhir

a.      Identitas Observi

Observi I (Subjek Pertama)
Nama                                :       Samaniyatun (SN)
Tempat, Tanggal Lahir :       Pasuruan, 01 Agustus 1943
Usia                                  :       71 thn
Jenis Kelamin              :       Perempuan
Agama                       :       Islam
Alamat                       :       Malang
Suku Bangsa              :       Jawa
Pekerjaan                  :       Ibu Rumah Tangga
Status Perkawinan       :       Menikah
               
Observi II (Subjek Kedua)
Nama                                :       Kalimun (KN)
Tempat, Tanggal Lahir :       Pasuruan, 30 Juni 1932
Usia                          :       82 thn
Jenis Kelamin              :       Laki-Laki
Agama                       :       Islam
Alamat                       :       Malang
Suku Bangsa              :       Jawa
Pekerjaan                  :       Buruh Tani
Status Perkawinan       :       Menikah

b.      Perkembangan Fisik
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, peneliti melihat terjadinya perubahan fisik pada kulit SN dan KN yang sudah mulai mengkerut atau kendur. Ini membuktikan bahwa terjadinya perubahan sel-sel yang mulai menurun sehingga membuat kulit menjadi tidak kencang lagi. Hal ini dapat dilihat pada foto peneliti bersama SN dan KN dalam lampiran yang telah peneliti sajikan.
Tidak hanya kulit yang terjadinya perubahan fisik, ini terlihat pada rambut serta gigi SN dan KN. Rambut SN dan KN berubah menjadi putih atau beruban dan gigi-gigi yang dimiliki oleh SN dan KN sudah mulai hilang karena penurunan sel-sel tersebut. Perubahan ini membuat peneliti dapat mendeskripsikan bahwa rentan usia seseorang akan mempengaruhi kondisi fisiknya.
Tidak hanya itu, peneliti dapat mendeskripsikan bahwa secara fisik SN masih terlihat sehat walaupun dalam berjalan SN sudah agak tertatih-tatih karena penurunan fisik yang sudah pada waktunya. Kesehatan SN yang menyangkut pergerakannya dalam berdiri, berjalan dan sebagainya tergolong cukup lambat dan mulai terjadi kemunduran yang signifikan jika dibandingkan dengan suami SN yaitu KN yang usianya lebih tua dibandingkan dengan usia SN.
KN masih cukup gesit dan dapat bergerak dengan normal dalam melakukan aktifitasnya. Hal ini didukung oleh data wawancara dari peneliti bahwa KN setiap harinya melakukan aktifitas layaknya olahraga yang membuat fisik KN menjadi lebih sehat dibandingkan dengan fisik SN. Aktifitas-aktifitas yang dilakukan oleh KN yaitu berkebun, berternak, dan aktif dalam kegiatan gotong royong di lingkungan tempat tinggalnya. Sedangkan SN setiap harinya hanya melakukan aktifitas-aktifitas kecil saja di dalam rumah. Misalnya mengambil barang atau sesuatu, makan, minum, beribadah, dsb.
Dilihat dari hasil observasi dan wawancara perkembangan sensori SN dan KN yang mencakup penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba, dan perasa, peneliti dapat mendeskripsikan bahwa SN masih mampu melihat dan mendengar dengan baik. Terbukti dari hasil wawancara, peneliti bertanya apakah SN dapat memasukkan benang ke dalam jarum. SN menjawab ya dan SN membuktikan pertanyaan peneliti. Hasilnya, SN berhasil memasukkan benang ke dalam jarum tanpa adanya kesulitan. Ini membuktikan bahwa penglihatan SN masih cukup tajam. Peneliti juga mencoba untuk mengecilkan suara dalam proses wawancara untuk menguji indera pendengaran SN. Ternyata SN masih mampu mendengar dengan baik, terbukti dari jawabannya yang tepat saat peneliti mengecilkan suara.
Untuk indera peraba, penciuman, dan perasa, ternyata telah terjadi penurunan terhadap SN. Terbukti dari hasil observasi dan wawancara, peneliti menguji ketiga aspek tersebut. Dari hasil pengujian, ditemukan data bahwa SN memiliki indera peraba yang agak kasar dibandingkan dengan indera peraba dewasa awal. Indera penciuman dan perasa SN sudah memiliki penurunan yang signifikan. Terbukti dari hasil pengujian, ditemukan data bahwa SN tidak terlalu memikirkan atau merasakan makanan yang ia makan.
Sedangkan hasil perkembangan sensori KN dalam indera penglihatan dan  pendengaran terdapat kemiripan dan perbedaan dengan SN. Terbukti dari hasil pengujian peneliti yang sama dengan pengujian KN, dapat ditemukan data bahwa penglihatan KN sudah cukup menurun karena KN sudah tidak dapat memasukkan benang ke dalam jarum. Namun untuk pendengaran, KN masih mampu mendengar dengan baik. Hal ini terbukti dari hasil pengujian peneliti yang melakukan wawancara dengan mencoba untuk mengecilkan suara peneliti saat bertanya kepada KN.
Untuk indera peraba, penciuman, dan perasa, ternyata terdapat kesamaan yang terjadi pada KN dan SN. Hal ini membuat peneliti menjadi penasaran dan bertanya faktor apa yang menyebabkan terjadinya perkembangan sensori yang menurun tersebut. Dari hasil wawancara tersebut, peneliti menemukan data bahwa lingkungan, pola makan, kebiasaan, dan dengan berdo’a atau beribadah merupakan faktor penting dalam setiap perkembangan dan kesehatan KN dan SN.
Perkembangan kesehatan SN dan KN juga telah terjadi penurunan. Terbukti dari hasil wawancara peneliti terhadap anak dari SN dan KN bernama Siti Romlah (SR), ditemukan data bahwa SN memiliki penyakit kencing manis (diabetes) dan KN memiliki penyakit prostat. Dari data tersebut, peneliti dapat mendeskripsikan bahwa SN di masa mudanya menyukai makanan yang manis-manis sedangkan KN hanya karena efek kelelahan dan juga faktor usia.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti terhadap SN dan KN, ditemukan data baru tentang kelekatan atau keharmonisan mereka. Dimana SN dan KN sudah mulai tidak lagi seharmonis atau seromantis anak muda sekarang ini. Hal ini terbukti dari kedekatan mereka yang sudah kurang romantis dan harmonis. Berdasarkan data tersebut, peneliti bisa mendeskripsikan bahwa tingkat seksualitas SN dan KN juga sudah mulai menurun.

c.       Perkembangan Kognitif
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, peneliti berhasil mendapatkan data bahwa terjadi penurunan pada perkembangan kognitif SN dan KN. Hal ini terbukti dari hasil pengujian peneliti yang menanyakan berapa usia SN dan KN saat itu, ternyata SN menjawab bahwa usianya sudah 62 tahun sedangkan KN hanya mengatakan bahwa KN lupa dengan usianya sekarang. Dari jawaban SN dan KN, peneliti dapat mendeskripsikan bahwa daya ingat SN dan KN telah mengalami kemunduran. Hal ini disebabkan oleh lingkungan SN dan KN yang sudah tidak lagi memperhatikan usia mereka. Tidak seperti anak muda yang hampir selalu merayakan hari lahirnya, sedangkan untuk SN dan KN sudah tidak memperdulikan hal itu lagi.
 Peneliti juga bertanya tentang pendidikan terakhir yang telah SN dan KN tempuh hingga saat ini, ternyata SN dulunya tidak pernah sekolah sedangkan KN pernah menempuh rana pendidikan hingga SMP. Namun KN lupa akan nama sekolahnya dulu dan tahun berapa KN lulus dari sekolah itu. Hal ini membuktikan bahwa daya ingat KN telah mengalami penurunan. Walaupun begitu, SN dan KN masih bisa mengingat dan menceritakan tentang kejadian-kejadian yang pernah mereka alami. Misalnya SN menceritakan tentang kejadian yang lucu dimasa lampau, dimana SN menertawakan saat cucunya melakukan perjalanan jauh dari Lawang ke Purwodadi tanpa menaiki kendaraan. Sedangkan KN menceritakan tentang kegiatan yang pernah KN lakukan, yaitu saat bergotong royong dengan warga dan sebagainya.
Dari data observasi dan wawancara tersebut, peneliti dapat mendeskripsikan bahwa daya ingat SN dan KN masih cukup bagus dalam mengingat kejadian-kejadian yang pernah mereka lalui. Namun kejadian-kejadian yang mereka ceritakan merupakan kejadian-kejadian jangka pendek. Dari data tersebut dapat dibuktikan bahwa ingatan jangka pendek SN dan KN masih sangat bagus. Sedangkan untuk ingatan jangka panjang SN dan KN, telah mengalami kemunduran dan penurunan.
Tidak hanya daya ingat yang mengalami kemunduran, hal ini dapat ditinjau dari hasil observasi dan wawancara bahwa tingkat kreativitas  dan pola pikir SN dan KN telah mengalami kemunduran juga. Terbukti dari hasil wawancara yang menyakan tentang apa yang SN dan KN inginkan atau harapkan untuk kehidupan kedepannya. SN dan KN hanya menjawab untuk hidup biasa-biasa saja dan lebih mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Dari jawaban SN dan KN, peneliti dapat mendeskripsikan bahwa SN dan KN sudah tidak memainkan imajinasi atau kreativitas mereka saat menjawab pertanyaan dari peneliti. Terbukti dari jawaban SN dan KN bahwa mereka sudah tidak memikirkan apa yang mereka inginkan kedepannya pada kehidupan di dunia ini, namun SN dan KN lebih fokus terhadap kehidupan selanjutnya (akhirat) yang akan mereka hadapi nantinya.
Dari data di atas, peneliti dapat mendeskripsikan bahwa hal tersebut sejalan dengan tingkat perkembangan usia SN dan KN yang memang sudah waktunya untuk memikirkan hal itu. Lingkungan, pekerjaan, dan kesehatan SN dan KN ternyata membawa pengaruh yang cukup besar pada perkembangan kognitif mereka sekarang. Hal ini terbukti dari lingkungan SN dan KN yang begitu religius, sehingga pemikiran SN dan KN tidak lagi berfokus pada tujuan atau keinginan di kehidupan dunia ini tetapi lebih fokus kepada kehidupan yang akan mereka jalani kelak. Pekerjaan SN dan KN juga sangat mempengaruhi tingkat kognitif mereka dimana pekerjaan merupakan gabungan dari tiga aspek yaitu fisik, kognitif, dan sosioemosi. Dalam bekerja, SN dan KN hanya melakukan pekerjaan-pekerjaan yang mereka harus lakukan. Hal ini membuktikan bahwa kreativitas dan pola pikir SN dan KN telah menurun berdasarkan pekerjaan yang mereka lakukan sesuai dengan tingkat kesehatan SN dan KN.

d.      Perkembangan Sosioemosi
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, peneliti melihat terjadinya penurunan pada tingkat perkembangan sosioemosi SN dan KN. Hal ini terbukti dari hasil observasi peneliti bahwa SN dan KN dalam aktifitas kehidupan sehari-harinya telah mengalami kemunduran dibandingkan dengan pada masa dewasa madya apalagi dewasa awal. Aktifitas-aktifitas yang dilakukan oleh SN berbeda dengan aktifitas-aktifitas yang dilakukan oleh KN. Dimana SN hanya melakukan aktifitas-aktifitas kecil di dalam rumah, sedangkan KN setiap harinya melakukan aktifitas-aktifitas diluar rumah dan bersosialisasi dengan warga disekitarnya.
Dari data tersebut, peneliti dapat mendeskripsikan bahwa relasi KN lebih besar dibandingkan dengan relasi SN. Hal ini membuat KN lebih merasa senang dan bahagia pada tingkat emosi dibandingkan dengan tingkat emosi pada SN. Ini membuktikan bahwa relasi terhadap masyarakat di lingkungan sekitar akan mempengaruhi perkembangan sosioemosi pada setiap orang terutama pada masa lansia seperti SN dan KN.
Dari tingkat emosi pada kepribadian SN dan KN berdasarkan observasi dan wawancara peneliti, ditemukan data bahwa kondisi emosional SN dan KN cukup stabil. Dimana SN dan KN bukanlah tipikal pemarah atau bersikap layaknya anak-anak  seperti apa yang peneliti pikirkan sebelumnya. Hal ini membuat peneliti menjadi penasaran dan bertanya tentang faktor-faktor apa saja yang membuat tingkat emosional SN dan KN tetap stabil. Ternyata peneliti menemukan jawaban akan hal tersebut dari hasil observasi dan wawancara yang menyatakan bahwa lingkungan SN dan KN begitu mempengaruhi tingkat emosional mereka.
Lingkungan SN dan KN tergolong pada budaya yang religius. Sehingga peneliti dapat mendeskripsikan bahwa hal ini yang membuat tingkat emosi pada SN dan KN lebih terkontrol. Peneliti juga menemukan hasil bahwa dukungan masyarakat dan keluarga SN dan KN juga mempengaruhi sosioemosi mereka. Hal ini terbukti dari hasil observasi dan wawancara peneliti hingga peneliti menemukan data bahwa tingkat religius lingkungan, dukungan masyarakat dan keluarga membuat tingkat emosional SN dan KN lebih terkontrol.

B.      Kematian
a.      Identitas Observi

Observi I (Subjek Pertama)
Nama                                :       Siti Romlah (SR)
Tempat, Tanggal Lahir :       Pasuruan, 31 Mei 1964
Usia                          :       50 thn
Jenis Kelamin              :       Perempuan
Agama                       :       Islam
               
Observi II (Subjek Kedua)
Nama        :       Fitratun Nisak (FN)
Tempat, Tanggal Lahir :       Pasuruan, 15 Maret 1995
Usia                          :       19 thn
Jenis Kelamin              :       Perempuan
Agama                       :       Islam
               
b.      Pemikiran Tentang Kematian
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti terhadap SR dan FN, ditemukan data bahwa SR dan FN menganggap kematian sebagai suatu tujuan yang akan kita alami kedepannya. Hal ini terbukti dari jawaban SR yang menyatakan bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati. Jawaban SR merupakan sebuah surah Ali-Imran ayat 185 dalam kitab Al-Qur’an. Peneliti juga bertanya tentang perasaan SR dalam menghadapi kepergian suami SR yang telah meninggal. Hasilnya SR menjawab bahwa SR dapat menerimanya dengan lapang dada dan kembali menyebutkan surah Ali-Imran ayat 185 tadi.
FN sebagai seorang anak yang telah kehilangan ayahnya juga mengatakan hal yang sama seperti yang dikatakan oleh SR. Hal ini membuat peneliti dapat mendeskripsikan bahwa lingkungan yang religius membuat SR dan FN dapat menerima kepergian orang yang mereka sayangi dan membuat mereka tenang.

BAB II
PEMBAHASAN

A.      Masa Dewasa Akhir
Ritme dan makna perkembangan manusia secara perlahan menuju ke masa dewasa akhir, ketika masing-masing dari kita berdiri sendiri di pusat bumi dan tiba-tiba saja sudah menjelang petang. Kita menanggalkan masa muda dan dilucuti oleh angin waktu kepada kenyataan. Kita belajar bahwa hidup terus bergerak maju tetapi dipahami dengan mundur ke belakang. Kita menelusuri jejak hubungan antara akhir dan awal hidup dan mencoba mengerti tentang arti semua pertunjukan ini sebelum ia berakhir. Akhirnya, kita mengerti bahwa kita adalah hasil kebertahanan kita (Santrock, 2012).
Dari penjelasan di atas, peneliti dapat mendeskripsikan bahwa setiap orang pasti akan sampai pada rentan perkembangan akhir yang disebut dengan fase masa dewasa akhir atau lansia. Lansia itu sendiri berarti terjadinya kemunduran fungsi sel-sel atau organ tubuh sehingga kinerja gerak, kesehatan, pola pikir dan sebagainya mengalami penurunan. Terdapat banyak pengertian tentang masa dewasa akhir ini. Berikut pengertian masa dewasa akhir menurut para ahli.
(1)    Menurut Bernice Neugarten (1968) dan James C. Chalhoun (1995), bahwa masa tua adalah suatu masa dimana seseorang dapat merasa puas dengan keberhasilannya.
(2)    Menurut Constantinides (1994), pada masa lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi.
(3)    Menurut Erik Erikson (1968), masa dewasa akhir memasuki tahap integrity vs despair, yaitu kemampuan perkembangan lansia dalam mengatasi masalah psikososialnya.

a.      Perkembangan Fisik
Dimasa dewasa akhir, perubahan penampilan fisik yang mulai terjadi di usia pertengahan sudah lebih terlihat jelas. Kerutan dan bercak penuaan adalah perubahan yang terlihat paling jelas (Santrock, 2012). Hal ini sesuai dengan hasil observasi dan wawancara peneliti terhadap SN dan KN. Peneliti juga telah menjelaskan pada bab 1 dan memberikan bukti berupa gambar pada lampiran dari laporan ini tentang perubahan yang terlihat paling jelas seperti yang dikatakan oleh (Santrock dalam bukunya yang berjudul Life-Span Development, 2012).
Berdasarkan hasil penelitian Widyantoro, Rosdiana, dan Fasitasari (2012) dalam “Hubungan antara Senam Lansia dan Range of Motion (ROM) Lutut pada Lansia” yang menyatakan bahwa senam lansia berhubungan terhadap ROM lutut pada lansia. Lansia yang melakukan senam lansia menunjukkan ROM yang lebih baik dibandingkan yang tidak. Hal itu terbukti bahwa lansia yang melakukan senam lansia dapat meningkatkan otot dan berpengaruh meningkatkan keseimbangan, kekuatan, daya tahan, dan kelenturan sendi, sehingga dapat memperbaiki sistem muskuloskeletal yang menurun. Muskuloskeletal adalah sistem kompleks yang melibatkan otot-otot dan kerangka tubuh, termasuk sendi, ligamen, tendon, dan saraf.
Dari hasil penelitian dan penjelasan yang dilakukan oleh Widyantoro, dkk. (2012) tersebut, peneliti dapat mendeskripsikan bahwa subjek SN dan KN sesuai dengan teori penelitian tersebut. Hal ini dapat dibuktikan kembali berdasarkan penjelasan peneliti pada bab 1 yang menjelaskan tentang aktifitas-aktifitas pergerakan yang dilakukan oleh SN dan KN. Dimana keseimbangan, kekuatan, daya tahan, dan kelenturan sendi yang dialami SN mengalami penurunan karena tidak adanya senam lansia yang dilakukan oleh SN. Bisa dikatakan bahwa pergerakan atau aktifitas-aktifitas SN hanyalah merupakan aktifitas kecil, sehingga pergerakan SN dalam beraktifitas sudah tertatih-tatih atau mengalami kemunduran.
Berbeda dengan SN yang sudah tertatih-tatih dalam bergerak, KN justru masih dapat bergerak normal dalam melakukan aktifitasnya. Hal ini disebabkan oleh aktifitas-aktifitas KN setiap harinya yang bisa dikatakan hampir sama dengan senam lansia pada penelitian Widyantoro, dkk. (2012). Dengan begitu, peneliti dapat mendeskripsikan bahwa aktifitas gerak yang sering dilakukan oleh KN merupakan bagian dari olahraga senam lansia. Sehingga wajar saja jika KN masih bisa bergerak dengan lancar dalam melakukan aktifitas setiap harinya. Dalam hal ini peneliti juga telah menjelaskannya pada bab 1.
Peneliti juga sependapat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ibrahim (2010) dalam “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Lansia” yang menyatakan bahwa kiat sehat di usia senja, yaitu dengan strategi yang dapat kita lakukan sebagai berikut: hindari stress, cukup istirahat, rekreasi dan olahraga, makan cukup gizi dan berimbang, mempertahankan berat badan ideal, hindari merokok dan alkohol, hindari polutan, relaksasi, meditasi, visualisasi, konsumsi vitamin/mineral, dan omega 3, serta omega 6.
Penjelasan dari hasil penelitian Ibrahim (2010) sesuai dengan subjek peneliti yaitu SN dan KN. Dimana berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti, ditemukan data bahwa SN dan KN tergolong sehat karena menghindari stress dengan beribadah secara rutin yang mana juga termasuk dalam golongan relaksasi dan meditasi. Hal ini telah peneliti jelaskan pada bab 1, bahwa tingkat religius mereka yang tinggi membuat mereka dapat hidup dengan bahagia.
Berdasarkan penelitian Afida, Wahyuningsih, dkk. (2005) dalam  “Hubungan Antara Pemenuhan Kebutuhan Berafiliasi dengan Tingkat Depresi pada Lanjut Usia di Panti Wredha” menjelaskan bahwa kemunduran ini cenderung menimbulkan anggapan bahwa orang lanjut usia sudah tidak produktif lagi, sehingga perannya dalam kehidupan sosial dan kemasyarakatan semakin berkurang dan secara emosional menjadi kurang terlibat. Akibat perubahan fisik yang semakin menua, maka perubahan ini akan sangat berpengaruh terhadap peran dan hubungan dirinya dengan lingkungannya. Dengan begitu, seseorang secara bertahap mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya karena berbagai keterbatasan yang dimilikinya. Keadaan inilah yang mengakibatkan interaksi sosial para lansia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitasnya. Sehingga hal ini secara perlahan mulai mengakibatkan terjadinya kehilangan dalam berbagai hal, yaitu kehilangan peran di tengah masyarakat, hambatan kontak fisik, dan berkurangnya komitmen.
Dari hasil penjelasan penelitian tersebut, peneliti tidak sependapat dengan teori yang dikemukakan oleh Afida, Wahyuningsih, dkk. (2005) yang menyatakan bahwa peran orang lanjut usia dalam kehidupan sosial dan kemasyarakatan semakin berkurang dan secara emosional menjadi kurang terlibat dikarenakan akibat perubahan fisik yang semakin menua. Hal ini dapat dibuktikan dari penjelasan peneliti pada bab 1, dimana KN masih memiliki peran yang penting dalam kehidupan sosial dan kemasyarakatan. Salah satu contohnya yaitu KN masih mengikuti kegiatan gotong royong yang dilakukan oleh lingkungan sekitarnya. Sedangkan SN walau tidak begitu membantu dalam kegiatan gotong royong, SN masih memiliki kedekatan kepada masyarakat sekitar walaupun perannya dalam kehidupan sosial dan kemasyarakat telah berkurang. Hal ini disebabkan oleh pergerakan SN yang tidak selincah seperti pergerakan KN.
Dari penjelasan dan keterangan yang peneliti deskripsikan di atas, ditemukan sebuah rumusan baru bahwa teori penelitian yang dilakukan oleh Afida, Wahyuningsih, dkk (2005) hanya sesuai pada lansia yang berada pada panti werdha atau dengan kata lain sebuah tempat yang terisolasi. Hal ini dapat dibuktikan dari jurnal Afida, Wahyuningsih, dkk (2005) yang meneliti tentang “Hubungan Antara Pemenuhan Kebutuhan Berafiliasi dengan Tingkat Depresi pada Lanjut Usia di Panti Wredha”. Pada penelitian tersebut, Afida, Wahyuningsih, dkk. (2005) hanya meneliti para lansia yang tinggal pada tempat yang bisa dikatakan terisolasi tanpa menghubungkan atau mencari data pembanding dari lansia yang tinggal di tempat masyarakat pada umumnya.

b.      Perkembangan Kognitif
Terdapat bukti yang mendukung pendapat bahwa kemampuan-kemampuan mental menurun seiring dengan usia bertambah. Contohnya, orang-orang dewasa tua didapati berkinerja lebih buruk ketimbang dengan orang-orang dewasa muda dalam tugas-tugas kognitif Piagetian (Blackburn & Papalia, 1992 dalam Upton, 2012). Dari teori serta contoh yang diberikan tersebut, peneliti sependapat dengan hal tersebut. Hal ini terbukti dari hasil observasi dan wawancara bahwa dalam proses mengingat, telah terjadi penurunan pada SN dan KN. Peneliti telah menjelaskan pada bab 1 dimana SN salah dalam mengingat usianya dan KN tidak menjawab berapa usianya. Hal menjelaskan bahwa proses informasi SN dan KN telah mengalami kemunduran.
Berdasarkan hasil penelitian (Hoyer dan Roodin (2003), dalam Hutapea, 2011) yang meneliti tentang “Emotional Intelegence dan Psychological Well-Being pada Manusia Lanjut Usia Anggota Organisasi Berbasis Keagamaan di Jakarta” menyatakan bahwa subjective well-being akan semakin meningkat seiring dengan semakin meningkatnya level interaksi sosial. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Lee dan McCormick (2004) bahwa orang dengan higher levels of quality of life, life satisfaction, dan subjective well-being akan mengalami peningkatan level kualitas dan kekayaan kontak sosial, berupa jumlah teman dan frekuensi interaksi dengan teman.
Peneliti sependapat dengan hasil penelitian di atas karena berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti terhadap SN dan KN, ditemukan data bahwa semakin meningkatnya interaksi sosial maka akan semakin well-being dan mengalami peningkatan level kualitas, dan kekayaan kontak sosial berupa jumlah teman dan frekuensi interaksi dengan teman. Hal ini terbukti dari penjelasan peneliti pada bab 1, dimana KN lebih memiliki interaksi sosial yang tinggi dibandingkan dengan SN. Sehingga peneliti dapat mendeskripsikan bahwa subjective well-being KN semakin meningkat seiring dengan semakin meningkatnya level interaksi sosial.

c.       Perkembangan Sosioemosi
Teori-teori sosial mengenai penuaan menurut Santrock (2012) ada 3 hal yang menonjol, yaitu:
1.     Teori Pemisahan (disangagement theory)
Teori pemisahan menyatakan bahwa orang-orang dewasa lanjut usia secara perlahan-lahan menarik diri dari masyarakat (Cumming & Henry (2002) dalam Santrock). Menurut teori ini, orang-orang dewasa lanjut atau lebih dikenal dengan masa lansia mengembangkan suatu kesibukan terhadap dirinya sendiri (self-preoccupation), mengurangi hubungan emosional dengan orang lain, dan menunjukkan penurunan ketertarikan terhadap berbagai persoalan kemasyarakatan. Jadi, penurunan interaksi sosial dan peningkatan kesibukan terhadap dirinya sendiri dianggap mampu meningkatkan kepuasan hidup di kalangan orang-orang dewasa lanjut usia, rendahnya semangat juang akan mengiringi aktifitas yang tinggi, dan pemisahan tidak dapat dihindari bahkan dicari-cari oleh orang usia lanjut. Akan tetapi, serangkaian penelitian gagal mendukung penelitian ini (Maddox, 1968; Neugarten,Havighurst,& Tobin, 1968; Reichard, Levson,& Peterson, 1962). Ketika individu terus hidup secara aktif, energik, dan produktif sebagai orang dewasa lanjut usia, kepuasan hidup mereka tidak menurun dan sering kali tetap meningkat.
2.     Teori Aktifitas (activity theory)
Teori aktifitas menyatakan bahwa semakin orang-orang dewasa lanjut usia aktif dan terlibat dalam sesuatu, semakin kecil kemungkinan mereka merasa menjadi renta dan semakin besar kemungkinan mereka merasa puas dengan kehidupannya. Menurut teori ini, individu-individu seharusnya melanjutkan peran-peran masa dewasa tengahnya disepanjang masa dewasa akhir. Jika peran-peran itu diambil dari mereka seperti dalam PHK, penting bagi mereka untuk menemukan peran-peran pengganti yang memelihara keaktifan dan keterlibatan mereka di dalam aktifitas-aktifitas kemasyarakatan.
3.     Teori Rekonstruksi Gangguan Sosial (social breakdwown-reconstruction theory)
Teori rekonstruksi gangguan sosial menyatakan bahwa penuaan dikembangkan melalui fungsi psikologis negatif yang dibawa oleh pandangan-pandangan negatif tentang dunia sosial dari orang-orang dewasa lanjut usia yang tidak memadainya penyediaan layanan untuk mereka. Rekonstruksi sosial dapat terjadi dengan mengubah pandangan dunia sosial dari orang-orang pada masa dewasa akhir dan dengan menyediakan sistem-sistem yang mendukung mereka. Gangguan sosial dimulai dengan pandangan dunia sosial yang negatif dan diakhiri dengan identifikasi, serta pemberian label seseorang sebagai individu yang tidak mampu.
Dari ketiga aspek di atas, peneliti dapat mendeskripsikan teori per teori tersebut. Bahwa pada teori pemisahan (disangagement theory), peneliti menemukan kesesuaian data yang terjadi pada SN dan KN. Dimana SN lebih kepada pemisahan atau menarik diri perlahan-lahan dari masyarakat, sedangkan KN terus hidup secara aktif, energik, dan produktif sebagai orang dewasa lanjut usia, kepuasan hidup mereka tidak menurun dan sering kali tetap meningkat.
Untuk teori aktifitas (activity theory), peneliti menemukan kesesuaian dan ketidaksesuaian data. Yang mana terjadi pada kasus KN yang masih aktif dan terlibat dalam suatu hal bermasyarakat, sehingga KN lebih merasa puas akan hidupnya (sesuai). Berbeda dengan KN yang sesuai, SN malah tidak sesuai. Terbukti bahwa SN juga merasa puas dalam hidupnya disebabkan nilai agama atau religius yang SN yakini dan percayai.
Terakhir pada teori rekonstruksi gangguan sosial (social breakdwown-reconstruction theory), peneliti kembali menemukan kesesuaian data. Dimana pada kasus SN dan KN, belum tersedianya layanan dukungan untuk mereka. Hal ini terlihat jelas bahwa sistem untuk mendukung mereka belum ada. Masyarakat hanya menggunakan nilai sebagai tolak ukur dalam mendukung SN dan KN.

B.      Kematian
Mati atau kematian berasal dari bahasa arab. Mati biasa juga disebut meninggal dunia, yang berarti tidak bernyawa, atau terpisahnya roh dari zat, psikis dari fisik, jiwa dari badan, atau yang ghaib dari yang nyata. Seseorang yang sudah mati disebut mayat/ jenazah.
Pada hakekatnya maut atau mati adalah akhir dari kehidupan dan sekaligus awal kehidupan (baru). Jadi maut bukan kesudahan, kehancuran atau kemusnahan. Maut adalah suatu peralihan dari suatu dunia ke dunia lain, dari suatu keadaan kepada keadaan lain, tempat kehidupan manusia akan berlanjut. Dalam al-Quran surah Yunus ayat 49, menyatakan tentang kematian yang sudah pasti adanya.
“... Tiap-tiap umat mempunyai ajal. Apabila telah datang ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukan-Nya.” (Q.S. Yunus: 49)
Seseorang yang dikatakan mati apabila mempunyai tanda-tanda sebagai berikut:
1.     Fungsi spontan pernapasan jantung telah berhenti secara pasti atau irreversible
2.     Bila terbukti telah terjadi kematian batang otak.
Dalam Peraturan Perundang-undangan (PP) No. 18 tahun 1981 mengatakan bahwa pengertian meninggal dunia adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli kedokteran yang berwenang bahwa fungsi otak, pernapasan, dan atau denyut jantung telah berhenti.
Berdasarkan penjelasan mengenai kematian di atas, peneliti mendeskripsikan bahwa terdapat kesesuaian data yang terjadi pada SR dan FN. Hal ini disebabkan oleh faktor agama dan keyakinan SR dan FN yang begitu religius dalam menerima kematian. Terbukti dari penjelasan peneliti pada bab 1 mengenai keyakinan SR dan FN dalam beragama.

BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan uraian dan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa perkembangan manusia pada akhirnya akan sampai pada fase dewasa akhir atau lansia. Masa dewasa akhir atau lansia merupakan periode penutup dimana seseorang individu telah mencapai kematangan dalam proses kehidupan, serta telah menunjukkan kemunduran fungsi organ tubuh sejalan dengan berjalannya waktu. Terdapat tiga aspek penting yang mengalami perkembangan pada setiap masanya termasuk pada masa lansia, yaitu perkembangan fisik, perkembangan kognitif, dan perkembangan sosioemosi.
Perkembangan fisik pada fase lansia telah mengalami penurunan. Hal ini terbukti berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti yang menemukan data bahwa terjadinya penuaan fisik yang tampak seperti kulit yang mulai keriput, rambut yang mulai putih atau beruban, gigi yang sudah mulai hilang, gerakan yang sudah melambat, dan perkembangan sensori (semua indera) yang mulai menurun. Hal ini disebabkan oleh faktor sel-sel dalam organ tubuh yang telah mengalami kemunduran.
Perkembangan kognitif juga mulai menurun pada fase lansia ini. Peneliti menemukan data bahwa aspek-aspek yang mulai menurun pada perkembangan kognitif ini yaitu kecepatan pemrosesan, pola pikir, daya ingat, dan intelegensi. Terdapat pula faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif pada masa lansia ini selain dari faktor usia, yaitu kesehatan, pendidikan dan sosioemosi.
Perkembangan sosioemosi juga mulai menurun dalam beberapa aspek, dimana pada kurva perkembangan dijelaskan bahwa masa lansia ini perkembangannya kembali menurun seperti pada masa anak-anak. Namun pola pikir dan juga lingkungan mempengaruhi tingkat sosioemosi para lansia. Jadi dapat disimpulkan bahwa aktifitas sosialisasi, keadaan emosi, kepribadian, dukungan keluarga dan masyarakat merupakan faktor penyebabnya.
Pada masa lansia ini, individu harus sudah berfikir tentang kematian. Walaupun sebenarnya kematian datang pada setiap fase kehidupan. Mulai dari prenatal, bayi, anak-anak awal, anak-anak pertengahan dan akhir, remaja, dewasa awal, dewasa madya, dan dewasa akhir. Faktor kematian dari setiap fase juga berbeda dan kadang misteri. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara terhadap subjek yang religius, paneliti mendapatkan sebuah ilmu pengetahuan bahwa dalam Surah Ali-Imran ayat 185 berbunyi “tiap-tiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati”. Sehingga dalam setiap individu haruslah bisa menerima kematian dirinya kelak dan kematian orang yang disayanginya.

DAFTAR PUSTAKA

Afida, N., Wahyuningsih, S., dkk.. (2000). Hubungan Antara Pemenuhan Kebutuhan Berafiliasi dengan Tingkat Depresi pada Lanjut Usia di Panti Wredha. Anima “Indonesia Psychological Journal”. Vol. 15 No. 2. Surabaya: Fakultas Psikologi Universitas Surabaya.
Anonim. Pengertian Mati atau Maut. http://www.referensimakalah.com/2013/01/pengertian-mati-atau-maut.html di akses pada tanggal 11 Desember 2014
Hutapea, B.. (2011). Emotional Intelegence dan Psychological Well-Being pada Manusia Lanjut Usia Anggota Organisasi Berbasis Keagamaan di Jakarta. INSAN, Vol. 13, No. 02. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Persada.
Ibrahim.. (2010). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Lansia. Vol. 1, No. 1. Aceh: Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala.
Papalia, D. E., & Feldman, R. D.. 2014. Menyelami Perkembangan Manusia. Jakarta: Salemba Humanika
Upton, P.. (2012). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga
Santrock. J. W.. (2012). Life-Span Development. Perkembangan Masa-Hidup Edisi 13 Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Suhartini, R.. (2004). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Orang Lanjut Usia. Tesis. Surabaya: Universitas Airlangga.
Widyantoro, A. P., Rosdiana, I.,&Fasitasari, M.. (2012). Hubungan antara Senam Lansia dan Range of Motion (ROM) Lutut pada Lansia. Vol. 4, No. 1. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung.

LAMPIRAN-LAMPIRAN



Cukup Sekian artikel saya kali ini Semoga bermanfaat bagi kalian. Oh yah, tidak lupa saya selalu mengingatkan bahwa pengunjung yang baik adalah pengunjung yang selalu meninggalkan jejaknya melalui komentar walau hanya ucapan terima kasih. Salam Blogger

Comments
0 Comments

Tidak ada komentar: