Hai sahabat blogger, akhirnya buku yang telah saya dan teman-teman sekelas nantikan terbit juga. Kali ini saya akan sharing seputar hasil karya tulis saya yang telah menjadi sebuah buku, dimana buku ini berisi tentang cerpen-cerpen teman sekelas saya. Namun sekarang saya hanya akan sharing cerpen karya saya sendiri. Bersyukurlah kalian yang bisa membaca tulisan saya tanpa harus membeli buku ini.
PENDAKIAN MIMPI
oleh : Abdul Gafur Mursyad
Tugas yang aku dan Kresna kerjakan baru
saja terselesaikan. Aku melihat arloji di tangan kiriku yang menunjukkan pukul 11.47
malam. Detak jam tersebut terdengar jelas ditelingaku karena kesunyian malam. “Wah,
ternyata lama juga kita mengerjakan tugas ini”, dengan spontan aku
mengatakannya. “Sebenarnya tugas ini dapat kita selesaikan dengan cepat, tapi
kita terlalu asyik bermain tadi hingga lupa akan waktu”, Kresna menjawab
perkataanku.
“Hahaha, benar juga apa katamu. Ya sudah
lah yah, yang berlalu biarlah berlalu. Yang penting tugas kita terselesaikan
sekarang”.
“Yoi bro. Eh, kamu mau nginep atau
pengen balik?”.
“Nginep? Bisa-bisa aku bangun kesiangan
dan terlambat karena tidur bareng kamu. Aku balik aja deh, besok kita masuk jam
7 loh yah. Oh ya, sebelum tidur baca do’a dulu supaya kamu ngga mimpiin aku
nantinya. Hahaha”.
“Idiih, najis amat mimpiin kamu. Udah ah,
pulang sana!”.
“Malah ngusir nih anak. Bantuin dulu lah
beresin barang-barangku!”.
“Punya tangan? Punya kaki? Sudah besar kan?
Beresin sendiri lah, bleee”.
“Sialan nih anak, malah ngajak berantem.
Untung aku sabar dalam menghadapi anak kecil, kalau engga bisa berabeh
urusannya”.
“Cukup-cukup. Ntar bukannya kita yang
saling hajar, tapi malah tetangga kosku yang bakal menghajar kita berdua”.
“Tumben otakmu jalan, biasanya mampet. Hahaha
Peace, peace, damai bro”
Setelah membereskan semua peralatan dan
barang bawaanku, aku pun langsung bergegas untuk pulang. Saat keluar dari pintu
kosnya, aku berhenti sejenak. Keheningan malam terasa sangat menakutkan. Gonggongan
anjing menambah seramnya malam itu. Udara yang dingin menusuk kesekujur tubuhku
hingga membuat bulu-buluku merinding. Perlahan aku mulai membenarkan jaketku
untuk menghangatkan tubuhku.
Aku mulai berjalan meningkalkan kos
Kresna selangkah demi selangkah. Irama langkah kakiku terdengar seperti sebuah
tempo musik yang begitu stabil nan indah. Aku begitu menikmati irama tersebut,
dikesunyian malam yang sangat cerah dan indah. Bulan sabit malam itu terlihat
begitu menawan, sembari bintang-bintang melengkapi kecantikan dan keindahannya.
Namun keindahan tersebut sirna begitu
saja saat aku melihat sesuatu di atas pohon beringin. Orang-orang disekitar
situ berkata, bahwasanya pohon tersebut memiliki penunggu. Irama langkah kakiku
pun berhenti, seperti berhentinya semua keindahan tadi. Jantungku bedetak tak
stabil dan begitu kencang hingga membuat nafasku tidak beraturan. Yang kudengar
saat itu hanyalah suara detak jantung dan nafasku yang memburu. Pikiranku kacau
tak karuan. Aku bingung harus bagaimana.
Perlahan-lahan aku menenangkan pikiranku
dan mulai mengatur nafasku agar kembali stabil. Aku beranikan diriku selangkah
demi selangkah untuk maju melewati pohon beringin itu, karena hanya lewat
situlah aku dapat kembali ke kosku dengan cepat. Awalnya aku tidak ingin
menengok pohon itu, namun rasa penasaran membuat kepalaku bergerak untuk melihatnya
walau dengan mata sedikit tertutup. Dengan setengah berani, aku memperjelas
penglihatanku yang sedikit buram.
Aku langsung tersentak kaget saat yang
kulihat jelas adalah sesosok wanita berambut panjang, berjubah putih, dan
dengan santainya duduk di atas pohon tersebut. “SETAN” teriakku dalam hati,
sambil menutup mataku serapat-rapatnya. Tubuhku kaku tak dapat bergerak,
darahku mengalir dengan deras akibat jantungku yang terpompa begitu cepat. Aku
ingin berteriak dengan keras dan berlari dengan kencang sejauh mungkin, namun
tubuhku tidak dapat melakukannya. Tubuhku masih saja kaku tak dapat digerakkan
walaupun pikiranku memaksanya untuk bergerak, seakan-akan tubuhku juga terlarut
dalam ketakutanku.
“Apakah begini rasanya saat bertatapan
langsung dengan setan?”
“Bagaimana bisa orang-orang yang melihat
hal ini dapat dengan santai menanggapinya dan dengan senangnya menceritakan
pada orang lain?”
“Apakah aku bisa melakukannya?”
Entah kenapa pertanyaan-pertanyaan bodoh
itu muncul dalam pikiranku disaat seperti sekarang ini. Aku akhirnya sadar
bahwa dalam situasi saat ini, aku harus melakukan sesuatu. Walau masih dalam
keadaan ketakutan, aku mencoba untuk memberanikan diriku untuk membuka mata.
Namun sebelum aku membuka mataku kembali, aku harus kembali menenangkan
pikiranku dan jantungku yang masih terpompa dengan cepatnya. Saat aku sudah
selesai melakukannya, aku langsung membuka mataku. Ternyata semua itu hanyalah
mimpi.
Aku terbangun dari tidurku dan sadar,
bahwa aku tadinya ketiduran di hutan ini saat sedang istirahat sejenak dalam
melakukan pendakian. Hatiku jadi tenang dan damai dengan seketika. Aku lega,
bahwa semua kejadian tadi hanyalah mimpi semata. Teman-temanku pasti sudah
terlebih dahulu naik ke puncak dan meninggalkanku karena melihatku tidur dengan
nyenyaknya. Pemikiran itu membuatku tersenyum dengan sendirinya. Aku langsung
bergegas membereskan barang bawaanku dan melanjutkan pendakianku yang tertunda
itu.
Aku sudah paham dan hafal dengan jalan
mana yang harus ku lewati, karena gunung ini sudah sering sekali ku daki. Pendakian
ini pun aku lanjutkan. Setapak demi setapak, selangkah demi selangkah. Dalam
perjalanan, aku melihat seekor kelinci putih yang begitu menawan. Hal ini
dengan refleksnya membuatku berhenti dan segera mengikuti arah kelinci itu
pergi. Mungkin karena aku begitu tertarik dengan hewan yang satu ini. Aku
mempercepat langkahku agar tidak kehilangan jejak kelinci tersebut. Tanpa
sadar, sudah cukup lama aku mengejarnya.
Saat aku tersadar, kelinci itu membawaku
ke tempat terindah yang tak pernah ku kunjungi sebelumnya. Tempat itu adalah
sebuah air terjun yang begitu indah karena hijaunya dedaunan, burung-burung
berterbangan dengan riangnya, beningnya air, dan masih banyak lagi. Namun aku
tak bisa pergi dan mendekat ke tempat itu, karena aku berada di atas pegunungan
yang begitu tinggi dan curam. Hal itu tidak mengurungkan niatku untuk pergi ke
sana, karena aku pasti akan ke tempat itu setelah turun dari puncak nanti dan
mengajak teman-temanku. Saat aku ingin pergi melanjutkan pendakianku yang
tertunda lagi, sebuah batu kecil membuatku tersandung dan jatuh dari ketinggian
tersebut. Ternyata aku terjatuh dari atas tempat tidur dan membangunkanku dari
tidurku yang sesungguhnya. Aku langsung tertawa riang saat itu juga.
TAMAT
Cukup sekian artikel saya kali ini. Semoga dengan tulisan cerpen saya dan juga semangat dari teman-teman kelas saya membuat kalian lebih termotivasi bahkan memiliki tujuan yang lebih hebat dari apa yang saya lakukan. Terima kasih telah membaca blog saya dan selalu saya ingatkan bahwa pengunjung yang baik adalah pengunjung yang selalu meninggalkan jejaknya pada kolom komentar walau hanya ucapan terima kasih. Salam Blogger